Rindu Di Utara Cigondewah
Roman abu ketuaan masih jadi rona senjaku
megapun masih malu bertamu
kala aku tunggu binarnya untuk membuka kelambu kelabu saat itu
Aku rindu ketika itu
ketika semuanya menjadi sangat biasa
saat serdadu-serdadu tetes air simultan membentuk satu kesatuan
berirama saling menyapa
menyapa atap rumah
menyapa tanah
Curah sepertiga rinduku
larut dalam secangkir kafein
serta batangan nikotin
masih di serambi depan untuk melukis hujan
apa yang hendak kau kabarkan dari atas sana?
pesan apa yang Tuhan titipkan?
Seraya gemulai angin yang terus menjuru
aku masih berpikir, bagaimana cara meminta maaf pada rindu?
sementara hujan mewujud jeruji
memenjarakan rasa dalam sunyi
-Artin-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar